rumahkaryabersama.com. Dinilai Masih Tinggi, Dewan Berharap Pemerintah Ikut Andil Tekan Angka Kekerasan terhadap Perempuan – Tindakan kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi terjadi di Indonesia. Tercatat, Komnas Perempuan melakukan peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) 2023, jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Data ini menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan 55.920 kasus, atau sekitar 12% dibandingkan tahun 2022.
Merujuk pada fenomena gunung es, data kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut merupakan data kasus yang dilaporkan oleh korban, pendamping maupun keluarga. Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan bisa jadi lebih besar.
Di balik angka tersebut, kita juga mengenali pengalaman korban untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang masih jauh dari harapan, walau berbagai kebijakan untuk melindungi perempuan dari berbagai tindak pidana telah tersedia.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2023, terjadi 235 kasus dan Kota Samarinda menjadi wilayah yang paling tinggi terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 138. Sementara untuk Kutai Timur (Kutim) menempati urutan ketiga setelah kota Balikpapan dengan 21 kasus.
Menyikapi hal tersebut, Anggota DPRD Kutim Yan Ipui mengaku miris dengan masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan. Perlu langkah-langkah kongkret yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah agar kasus serupa tidak terus berkembang dengan memakan banyak korban. Terutama perempuan.
Dinilai Masih Tinggi, Dewan Berharap Pemerintah Ikut Andil Tekan Angka Kekerasan terhadap Perempuan
“Kami meminta kepada pemerintah ambil tindakan tegas dengan mengoptimalkan seluruh instrument yang dimiliki, termasuk menggandeng Aparat Penegak Hukum (APH) untuk ikut mengawal apabila ada terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan. Dan kami meminta Instansi terkait perlu lebih masif melakukan monitoring kepada masyarakat,” ujarnya.
Ketua Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Kutim ini menyebut, hadirnya Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Perempuan menjadi salah satu upaya untuk memberikan payung hukum selain sebagai instrumen untuk memberikan hak-hak terhadap perempuan.
“Kami ingin seluruh lapisan masyarakat mendorong dalam mensosialisasikan Perda ini. Sehingga pelanggaran serupa tidak terjadi kembali terutama dalam hal pelecehan seksual dan tentu kami tidak menginginkan hal tersebut,” ucap Yan. (adv/dprd/5/wa)