RUMAHKARYABERSAMA.COM, SANGATTA – Kisruh antara perusahaan perkebunan PT Anugerah Energitama (AE) dengan para pekerjanya masih terus berlanjut. Kali ini, para pekerja membawa permasalahan tersebut ke DPRD Kabupaten Kutai Timur yang ditindaklanjuti dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RPD) di ruang panel I dipimpin Ketua DPRD Kutim, H Mahyunadi SE M Si, Kamis (17/5/2019) kemarin.
Dalam pertemuan yang dihadiri pula oleh Kapolres Kutim AKBP Teddy Ristiawan, Dandim 0909 Sangatta Letkol Inf Kamil Bahren Pasha, perwakilan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kutim serta serikat pekerja perkebunan, perwakilan pekerja meminta pemerintah memberi ketegasan pada PT AE, terkait PHK sepihak dan penggusuran paksa para pekerja yang di-PHK sepihak dari mess perusahaan tempat tinggal mereka selama ini.
Para pekerja itu juga meminta hak-hak mereka sebagai karyawan yang belum diberikan bisa ditunaikan pihak perusahaan. Selain itu, ada permintaan dari pekerja yang terkena PHK, agar dapat dipekerjakan kembali.
Semua keluhan yang disampaikan, untuk sementara ditampung dulu. Karena DPRD Kutim tidak bisa memberi keputusan terhadap permintaan para pekerja. Karena dari dua kali hearing yang digelar DPRD Kutim, pihak perusahaan tidak pernah hadir. Sehingga Ketua DPRD Kutim, memutuskan akan menggelar hearing lagi dengan mengundang Bupati Kutim dan manajemen PT AE, Kamis (23/5/2019) mendatang.
Dalam rapat tersebut, Ketua DPRD Kutim juga menugaskan Ketua Komisi D, Uce Prasetyo untuk proaktif menyelesaikan permasalahan antara PT AE dan pekerjanya dengan berkunjung ke perusahaan serta ke petugas pengawas ketenagakerjaan.
“Masalah yang ada, cukup variatif. Normatif ketenagakerjaan, objek Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Kaltim yang mungkin bisa masuk hukum publik, yaitu penyidik PNS. Masalah PHK, objek mediator Disnaker Kutim yang bisa berlanjut ke PHI, serta ada permasalahan pemukulan pada buruh dan pembakaran kantor yang masuk kategori pidana murni. Selain masalah pelaksanaan aturan perundangan secara umum, yang masuk ranah pengawasan umum DPRD,” beber Uce.
Hikmah dari semuanya, menurut Uce, masalah keperdataan buruh, prosesnya sabar dan perlu kesabaran tinggi. “Mogok atau lockout, lebih baik dihindari bila belum siap dengan konsekuensinya. Karena salah satu konsekuensi adalah sanksi dan kelaparan,” ujarnya.
Ia juga menilai, ditariknya fungsi pegawai pengawas ke provinsi, sangat tidak efektif. Terutama bila terjadi permasalahan perburuhan seperti saat ini.(rb04)