Lomplai Masuk Kharisma Event Nusantara, Siang Geah Harap Memberikan Dampak Positif

Lomplai Masuk Kharisma Event Nusantara, Siang Geah Harap Memberikan Dampak Positif
Siang Geah Anggota DPRD Kutim dan Kepala Suku Adat Daya Lidjie Tq
https://photos.app.goo.gl/nJUZzU9aygsTBKoZ9

Muara Wahau. Lomplai Masuk Kharisma Event Nusantara, Siang Geah Harap Memberikan Dampak Positif -Penyelenggaraan pesta adat Lom Plai di Desa Nehes Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau telah melegenda dan jadi agenda tahunan diharapkan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Kutai Timur (Kutim).

Anggota DPRD Kutim Siang Geah merasa bersyukur dan memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang telah menetapkan pesta budaya adat Lomplai masuk dalam kalender kunjungan pariwisata tingkat nasional atau menjadi event nusantara.

“Semoga pesta budaya adat Lomplai bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat, baik itu untuk tingkat kunjungan wisatawan yang muaranya tentu untuk peningkatan perekonomian bagi warga khususnya di Kecamatan Muara Wahau,” ucap pria asli desa Nehes liah Being ini.

Selain itu, politisi yang saat ini duduk di Komisi A DPRD Kutim ini, mengaku tak mengira, tradisi pesta panen masyarakat suku Dayak Wehea ini mendapatkan perhatian oleh pemerintah daerah.

“Sampai saat ini kami sebagai warga Wehea, tidak tau bagaimana penilaian tradisi kami (Lom Plai) ini bisa masuk agenda pariwisata nasional, karena kegiatan (Lom Plai) ini mengalir dan sudah kami lakukan sejak dahulu, ” ucap Siang Geah.

Dengan ditetapkannya Tradisi Lom Plai menjadi even pariwisata tingkat nasional, dirinya berharap menjadi motivasi bagi masyarakat khususnya warga suku Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau dan kekurangan-kekurangan yang selama ini masih ada, dapat ditutupi dan di tingkatkan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat Wehea.

Kepala Suku Adat Dayak Wehea Ledjie Taq pun sedikit mengisahkan sejarah Lom Plai. Dewi Padi atau Long Diang Yung dulunya adalah seorang putri cantik jelita anak semata wayang dari Ratu Dayak Wehea, Diang Yung. Putri tersebut sengaja dikorbankan dengan cara disembelih, untuk menyelamatkan warganya yang menderita kelaparan akibat kemarau berkepanjangan.

Kisah tersebut hingga kini menjadi legenda. Sehingga tiap tahun usai panen, masyarakat adat Wehea selalu menggelar Lom Plai. Masyarakat Dayak Wehea percaya dengan pengorbanan Putri Long Diang Yung dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh manusia.

Menurutnya, untuk menentukan tanggal pelaksanaan perayaan Lom Plai, ketua adat dan para tetua adat bersama-sama merumuskan dengan cara melihat posisi bulan di langit. Konon umumnya dalam kepercayaan masyarakat Wehea ada dua jenis bulan di dunia.

“Tiga jenis bulan itu adalah bulan berkah atau kami sebut bulan baik, bulan naas dan bulan sial. Nah dalam penetapannya, kami memilih bulan baik agar kehidupan kita lebih baik dan hasil panen bisa lebih baik lagi,” ujarnya.

Ditambahkannya, dalam perayaan Lom Plai ada beberapa hal yang wajib dilaksanakan masyarakat Adat Dayak Wehea, yakni memasak pluq (lemang) di subuh hari, kemudian di pagi hari dilanjutkan melakukan Naq Jengea, Seksiang (perang-perangan di sungai), hingga Plaq Sai (lomba perahu).

“Sebelum menari Hudoq (makhluk dari kayangan) tarian untuk menjaga tanaman padi, agar tetap bisa subur pada musim depan, Setiap tamu yang datang wajib menikmati sajian dari tuan rumah seperti makan lemang,”ucapnya.

Lomplai Masuk Kharisma Event Nusantara, Siang Geah Harap Memberikan Dampak Positif

Ledjie pun berharap pemerintah bisa lebih memerhatikan kesejahteraan masyarakat adat Wehea. Karena saat ini masyarakat memiliki program besar. Selain melestarikan budaya, perlindungan terhadap hutan Lindung Wehea juga diemban masyarakat adat.

“Saat ini untuk pesta adat Lom Plai sudah mendunia. Apalagi setiap perayaan yang berminat justru warga asing. Banyak turis yang datang tiap tahun. Warga lokal pun banyak,” tutupnya. (ADV/DPRD/*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *