RUMAHKARYABERSAMA.COM, SANGATTA. Sikapi Anjloknya Harga TBS, Pemkab Kutim Gelar Monitoring – Harga tandan buah segar (TBS) sawit di Indonesia semakin jatuh pasca pelarangan ekspor crude palm oil (CPO). Menurut Serikat Petani Indonesia (SPI), harga TBS sawit anjlok, bahkan saat ini harganya makin turun jadi Rp 600 per kilogram di Kabupaten Kutai Timur.
Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman mengatakan, pemerintah perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan petani yang terdampak akibat harga TBS sawit anjlok saat ini.
Pasalnya, harga sawit yang saat ini hampir tidak memiliki harga berdampak pada nasib sehari-hari para petani.
“Pemerintah Kabupaten Kutim harus segera mengambil tindakan dengan menyusun formulasi berdasarkan masukan dari semua pihak. Baik dari Perusahaan Plasma Kelapa Sawit (PKS), petani mitra, koperasi binaan PKS serta petani mandiri. Harus ada regulasi yang disepakati bersama untuk mengatur harga TBS di tingkat petani pekebun dan rambu-rambunya harus jelas, sehingga semua bisa terlindungi,” ujar Ardiansyah saat pimpin rapat koordinasi monitoring turunnya harga TBS kelapa sawit, di Ruang Tempudau, Kantor Bupati, Senin (4/7/2022)
Sikapi Anjloknya Harga TBS, Pemkab Kutim Gelar Monitoring
Setelah regulasi tersebut terbit, dia berharap semua pihak komitmen untuk melaksanakannya. Harga harus stabil, termasuk mengakomodir masukan dari petani mandiri. Jika harga TBS tidak stabil tentu akan berdampak pada stabilitas produk minyak sawit mentah atau CPO. Selain itu, Pemkab Kutim juga akan menerapkan kebijakan zonasi pembeli TBS bagi PKS terhadap petani mitra dan mandiri. “PKS harus melaksanakan pembinaan dan pembelian TBS ke petani, khususnya yang berada di kawasan ring satu dan dua dimana perusahaan itu berada,” pinta Ardiansyah.
Untuk diketahui beberapa faktor yang membuat harga TBS sawit anjlok saat ini. Salah satunya akibat harga CPO global yang mengalami penurunan sehingga berdampak pada harga pembelian oleh perusahaan. Kemudian, turunnya harga TBS sawit merupakan dampak bola salju dari kebijakan-kebijakan sebelumnya, seperti pelarangan ekspor CPO yang akhirnya berdampak signifikan pada pabrik CPO nasional. (Adv/diskominfo/Rb.05R)