Sinergi Dinkes Bersama Pengadilan Agama Cegah Stunting Sejak Usia Pernikahan

IMG 20220627 WA0006

Sinergi Dinkes Bersama Pengadilan Agama Cegah Stunting Sejak Usia Pernikahan

RUMAHKARYABERSAMA.COM, SANGATTA. Sinergi Dinkes Bersama Pengadilan Agama Cegah Stunting Sejak Usia Pernikahan – Sebagaimana yang diamanatkan presiden, penurunan prevalensi stunting pada tahun 2024 ditargetkan mencapai 14%. Untuk mewujudkannya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kesehatan dan instansi lainnya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, dibutuhkan sinergi dari tiap instansi dan tentunya partisipasi aktif masyarakat.

Perkawinan dan kehamilan pada usia anak sangatlah berisiko. Karena secara fisik dan psikis, remaja di bawah usia 18 tahun belumlah matang. Dari sisi fisik, anak usia di bawah 18 tahun masih dalam tahap kedua pertumbuhan. Sehingga dia memerlukan asupan gizi yang baik untuk menopang pertumbuhannya. Untuk itu Dinkes Kabupaten Kutai Timur (Kutim) bersama Pengadilan Agama Sangatta melakukan kerjasama terkait pernikahan dibawah umur sebagi pencegahan stunting.

Dalam peraturan presiden tentang pencegahan dan penurunan stunting, diamanatkan bahwa calon pengantin atau remaja usia subur harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama 3 bulan serta bimbingan perkawinan yang didalamnya terdapat materi pencegahan stunting. Berdasarkan hal tersebut, sinergi juga dilakukan Dinkes Kutim bersama dengan Pengadilan Agama Sangatta dengan memberikan pendampingan, konseling dan pemeriksaan kesehatan.

Sinergi Dinkes Bersama Pengadilan Agama Cegah Stunting Sejak Usia Pernikahan

“Dari kerjasama tersebut Dinas Kesehatan memberikan surat keterangan, bahwa calon pengantin dinyatakan sehat serta produktif. Dan ini merupakan salah satu upaya untuk pencegahan stunting, karena pernikahan usia dini dapat menyebabkan anak dari hasil pernikahan menjadi stunting. Inilah yang menjadi titik berat dari Dinkes untuk kesehatannya diberikan rekomendasi, jika ada calon pengantin ada yang dibawah usia yang telah ditetapkan yakni 19 tahun. Setelah calon pengantin mendapatkan rekomendasi kesehatan dari Dinkes, eksekusinya tetap pengadilan agama nantinya yang memutuskan terkait pernikahannya. Dalam perakteknya memang susah untuk kita melarang orang menikah, namun kita punya kewajiban moril untuk mensosialisasikan penyebab terjadinya stunting ini,” ucap Kepala Dinkes Kutim, dr Bahrani Hasanal, saat dihubungi melalui sambungan telpon.

Sinergi Dinkes Bersama Pengadilan Agama Cegah Stunting Sejak Usia Pernikahan

Selanjutnya, kata dia, implementasi dari perjanjian kerjasama ini adalah batasan usia untuk wanita menikah minimal 19 tahun, dan diperkirakan usia tersebut merupakan usia subur (produktif) wanita sudah matang. Sementara puncak masa subur dan kualitas telur terbaik wanita berada pada 20-30 tahun, dengan demikian jika usia pernikahan dapat dikelola dengan baik maka si anak dari hasil pernikahan dapat terhindar dari stunting.

Dinkes Kutim juga terus berupaya untuk memberikan sosialisasi dan edukasi pengasuhan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) Bagi Ibu dan Keluarga dalam rangka pencegahan dini terjadinya Stunting di Kutai Timur. “Yang pertama memberikan edukasi terhadap usia mulai dari kandungan 9 (sembilan) bulan atau 270 hari, hingga selanjutnya 730 hari atau dalam masa kurang lebih 2 tahun, karena stunting timbul dipengaruhi oleh pertumbuhan otak (Intelegensi atau kecerdasan). Intelegensia ini dalam waktu 2 tahun miniml harus 80% terbentuk, jika ini terlewat maka akan membahayakan dan dapat menyebabkan tidak dapat diperbaiki stunting tersebut,” ungkapnya.

Berikut beberapa hal yang perlu di persiapkan ketika akan menikah dan memiliki seorang anak agar tidak terjadinya stunting yaitu ada 6 hal yang perlu diingat, pertama menikah di usia ideal bagi perempuan adalah usia 21 tahun dan bagi pria usia 25 tahun (jangan terlalu muda), pria sudah memiliki kedewasaan, mapan, serta berpikir jauh kedepan, sedangkan untuk perempuan ketika kondisi panggul berkembang optimal, siap mental, serta siap menjalankan peran sebagai seorang ibu. Yang kedua rencanakan jumlah anak, 2 anak lebih baik, agar si anak tumbuh kembang dan memperoleh haknya terpenuhi dengan baik, hingga menjadi generasi cerdas dan ceria. Yang ketiga, atur jarak kelahiran anak 3 – 5 tahun (jangan terlalu dekat) karena itu berpengaruh terhadap kondisi Rahim ibu yang belum pulih, waktu dan tempat untuk menyusui dan merawat bayi kurang. Yang keempat, berhenti melahirkan diusia 35 tahun (jangan terlalu tua) karena ini berpengaruh kepada organ kandungan yang menua, mengakibatkan jalan lahir menjadi kaku, daya tahan tubuh berkurang, mengantisipasi hal tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kelima rawat dan didiklah anak/balita dengan optimal, berikan ASI eksklusif selama 6 bulan, menyusui hingga umur 2 tahun/MPASI. Yang keenam kembangkan hubungan sosial melalui anak mengikuti kegiatan sosial, aktif dan peduli lingkungannya, melatih komunikasi dengan lingkungan sekitarnya atau keluarga. (Adv/Adv/diskominfo/Rb.05R)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *