Pemkab Kutim Telah Usulkan 10 MHA Untuk Mendapatkan Pengakuan Dari Negara

IMG 20240421 WA0017

WhatsApp Image 2024 04 01 at 7.03.05 AM

rumahkaryabersama.com. Pemkab Kutim Telah Usulkan 10 MHA Untuk Mendapatkan Pengakuan Dari Negara – Menanggapi keinginan masyarakat adat Wehea yang disampaikan Kepala Adat Wehea Ladjie Taq, berkaitan dengan pihaknya yang belum mendapatkan kejelasan akan legalitas dari pemerintah, melalui pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Bacaan Lainnya

Bupati Kutai Timur (Kutim) Ardiansyah Sulaiman menyebut, hingga saat ini ada 10 Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kutai Timur (Kutim) yang telah diusulkan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) ke Gubernur Provinsi Kaltim untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari negara.

Lebih lanjut dijelaskan Bupati bahwa 10 MHA tersebut telah diverifikasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa(DPM-PDes). Diantaranya MHA Kayan Umaq Lekan di Desa Miau Baru, 6 Desa di Muara Wahau, selanjutnya adalah MHA Dayak Basap di Tebangan Lembak Bengalon, dan Karangan serta MHA Long Bentuq di Busang.

“Bahwa 10 MHA itu telah diverifikasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) dan telah diajukan ke provinsi (Kaltim),” kata Ardiansyah Pada acara puncak pesta adat dan budaya Wehea, Lom Plai di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau, Sabtu (20/4/2023).

Diharapkan,jika semua berkas administrasi lengkap, dalam tahun ini sudah selesai. Mengapa ini penting? Karena hukum adat itu lahir dan tumbuh kembang di tengah-tengah masyarakat, sebagai pedoman bagi masyarakat setempat.

Pemkab Kutim Telah Usulkan 10 MHA Untuk Mendapatkan Pengakuan Dari Negara

“Hukum adat inilah yang mengatur secara spesifik kebiasaan-kebiasaan, termasuk ritual keagamaan yang berlaku di tengah komunitas tersebut,” jelas Ardiansyah.

Lebih jauh Bupati menegaskan, secara “de facto” sejak Oktober 2015 lalu, pesta adat Lomplai masyarakat adat Dayak Wehea sudah diakui oleh UNESCO lembaga PBB yang mengurus bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai warisan dunia tak benda. Sebelumnya pada 2006 Pemkab Kutim telah menetapkan Desa Nehas Liah Bing sebagai Desa Budaya dan Konservasi. Dan secara “de jure” prosesnya sudah diusulkan ke provinsi(Kaltim).

Bupati Ardiansyah menambahkan, dengan adanya pengakuan dari negara, masyarakat adat dapat mempertahankan tradisi keberlanjutan dalam mengelola sumberdaya yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat setempat. (adv/Diskominfosp)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *