RUMAHKARYABERSAMA.COM, JAKARTA – Pakar Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman menyampaikan Indonesia berpotensi mengalami gelombang ke-3 wabah COVID-19 pada awal tahun 2022, mengingat akan ada mobilisasi besar-besaran saat liburan Natal dan tahun baru di akhir Desember nanti.
Menurut Dicky, potensi gelombang ketiga pasti ada karena beberapa kombinasi penyebab di antaranya yaitu
pelonggaran PPKM diiringi mobilitas tinggi masyarakat. “Setiap mobilisasi besar pasti akan mendatangkan risiko.
Setiap tahun baru di level dunia pun pasti alami kenaikan. Bicara kapan akan ada kenaikan mungkin pada kuartal pertama tahun depan,” kata Dicky Dikutif rumahkaryabersama.com
dari laman DW Indonesia di Jakarta, Kamis (18/11/21).
Sejumlah pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah diterapkan dalam beberapa minggu terakhir.
Aturan perjalanan dipermudah dengan tidak mewajibkan tes PCR melainkan hanya antigen untuk perjalanan jauh.
Aturan karantina bagi pendatang dari luar negeri juga diperpendek dari yang sebelumnya 5 hari menjadi hanya 3 hari.
Dibarengi pula dengan pembukaan tempat wisata, bioskop, dan mal dengan kapasitas hampir 100%.
Terakhir, pada 14 Oktober, pemerintah juga memutuskan membuka kembali Pulau Bali bagi pengunjung dari beberapa negara.
Dicky Budiman mengatakan bahwa penyebab lain yang menyebabkan kasus naik adalah cakupan vaksinasi yang belum merata,
ditambah adanya varian Delta yang akhirnya berkontribusi menimbulkan banyak klaster di beberapa daerah.
Meski demikian, Dicky memperkirakan lonjakan kasus tak akan seburuk gelombang ke-2 yang terjadi Juni-Juli lalu,
karena sudah banyak masyarakat yang divaksinasi dan adanya mitigasi yang dilakukan pemerintah.
“Banyak juga orang yang sudah terinfeksi sehingga punya kekebalan tubuh sehingga risiko akan menurun, tingkat ancaman moderat.
Sekarang juga ke mana-mana harus scan barcode. Itu yang membedakan situasi tahun baru 2021 dan 2022,” katanya.
Namun ancaman itu tetap ada, seperti juga beban yang tinggi terhadap fasilitas kesehatan dan tingkat kematian yang bisa meningkat tajam.
Ditambah lagi, adanya sub-varian dari varian Delta yakni AY.4.2 yang menyerang beberapa negara tetangga dan Eropa.(*)
Editor : Rb.07
Sumber : DW.com